Senin itu aku berlari kencang mengejarmu

Membiarkan cucuran keringat menghias di dahiku

Di hari selasa, kau hadir agak lambat

Membuatku menunggu,

dan menunggu

Rabu memang hari yang indah,

kau menimangku hingga tertidur pulas

Kamis, perasaanku mulai berubah padamu

Aku kesal..

Kamu tahu, aku harus tiba di kampus lebih awal

Tapi kau tak mau mengerti!

Di hari Jumat, bisu menyelimuti segalanya

Aku tak lagi peduli pada senandung ‘ringsek’ mu

Hari Sabtu pun tiba,

Aku enggan bersua denganmu. Tidak dan terima kasih.

Hingga tiba Minggu,

Aku hanya mengurut dada

Esok, mau tak mau aku harus denganmu lagi

R 57, bus hijau tak tahu diri.

Rawamangun, 10 Oktober 2011

@inanrs

Lihat, hujan turun. Aku memilih duduk sendirian di balkon rumah ketika untuk pertama kalinya hujan turun, setelah kemarau berkepanjangan. Berawal dari rintik-rintik yang terdengar merdu dan dingin itu, pikiranku mulai melayang-layang entah kemana. Ini bukan dengan kesengajaan, hanya saja pikiranku ini kreatif dengan sendirinya. Kreatif? Ya, ia berusaha mencari hiburan sendiri, meninggalkan aku untuk tetap diam di balkon rumah.

Aku teringat. Untuk pertama kalinya aku berangkat ke kampus hijau sendirian. Banyak yang aku lihat dan aku dengar dari perjalanan singkat itu. Ya, aku didewasakan oleh jalanan. Aku menjadi sering membiarkan mata ini melihat segalanya, dan membebaskan telinga ini mendengar apapun tanpa batas. Kemudian aku mempelajarinya. Mengambil makna luas dari apa yang kudapat di jalanan.

Hidup di dunia baru bukanlah perkara mudah. Perlu adaptasi yang bertahap, yang kadang membuat jenuh pikiran dan perasaan. Yah, inilah proses. Aku mulai menenggelamkan diri di antara berjuta nafas baru, di dunia baru itu. Berusaha menyesuaikan diri dengan dinginnya dunia baru itu. Berusaha terlibat di dalamnya, dan tidak ingin menjadi manusia naif yang berdiri sendirian di antara kerumunan mata tajam itu. Dan, lihat! Aku hampir berhasil.

Tapi, kurasa aku harus menginjak pedal rem dengan dalam, sekuat tenaga. Aku terlalu cepat mengambil langkah. Aku harus membangun portal di jalan ini, karena sepertinya aku tak bisa menyelinap dengan mudah ke dalamnya. Aku masih harus melewati proses yang membosankan itu. Aku sadar perlahan. Bagian ini tidak menghendaki kehadiranku.

"Aku dan bagian itu bagaikan air dan minyak. Walau sama-sama berbentuk cairan, kami tetap tak akan bisa menyatu. Karena kami berbeda aliran..."

Aku menengadahkan kepala menatap langit yang kini menangis. Tak rintik lagi, telah berubah menjadi hujan yang deras. Air itu perlahan membasahiku, mengguyur sebagian wajahku, mengalir bersamaan dengan tangisku.

Aku, sekarang. Menanti dan berkhayal tentang segala hal telah menjadi kebiasaanku sekarang. Aku berusaha menjalani sisa waktu yang ada dengan apa adanya. Aku memegang peran sebagai mahasiswa, yang dimata orang lain sudah dewasa, sudah tak bermasalah. Aku, tidak ingin mengenal kata 'negatif', hanya ingin akrab dengan kata 'positif'. Aku, sedih...

Aku, sebenarnya.. Menanti dan berkhayal untuk hal yang tak pasti, mempermainkan perasaan sendiri tanpa peduli resiko yang akan aku dapat dan rasakan. Aku menghadapi sisa waktu yang ada dengan segudang kegelisahan, ketakutan, dan kebodohan. Aku kini berdiri sebagai mahasiswa, masih terus berusaha tampak dewasa. Padahal sebenarnya, aku ini tak mampu seperti apa asumsi mereka. Aku hanyalah aku. Aku selalu mencari hal-hal positif, namun tak pernah jauh dari hal negatif..

Seharusnya, aku tidak mempermasalahkan tentang AKU.

Sinar matahari belum menampakkan cahayanya pagi itu. Adzan shubuh pun belum berkumandang. Disaat yang sama, aku terpekur diatas sajadah. Terpikirkan satu dialog singkat, antara aku dan ayahku saat sahur tadi.

Pukul 02.30, seperti biasa dengan setia alarmku berbunyi, melantunkan Insomniac-Craig David begitu lantang. Dengan mata yang masih terpejam, tanganku meraba-raba disekitar bantal, mencari letak telepon genggam yang alarmnya telah sukses membangunkanku setiap dini hari di bulan ramadhan ini. Off. Aku mengangkat kepalaku menjauhi bantal, dan kemudian duduk bersandar pada jendela yang tertutup rapat. Ah.. aku masih sangat mengantuk.

Menjelang pukul 03.30, aku meninggalkan kamarku. Melangkah gontai menuruni tujuh anak tangga yang menghubungkan lantai atas dan lantai dasar rumahku. Saat itu, rasa kantuk belum juga pergi, masih membebani mataku. Sesampainya dibawah, aku langsung masuk kedapur, menjalani rutinitasku sebelum sahur. Menyiapkan santap sahur bersama ibuku. Setelah semua siap, barulah aku berlalu menuju kamar mandi.

Setelah ritual 'cuci-mencuci' itu selesai, aku langsung bergabung bersama keluargaku. Menyantap makanan alakadarnya. Dan, selesai.

Aku tertawa ringan menyaksikan hiburan disalah satu channel televisi swasta yang memang menyuguhkan kelucuan, begitu juga ibu dan adik laki-lakiku. Ayahku asik menghisap rokoknya, dan tak lama ia pun ikut bergabung, bukan untuk melakukan hal yang sama, justru hendak berbincang denganku. Perbincangan yang jujur saja aku tak suka.

Katanya, ada baiknya (atau malah justru harus) ditahun depan aku mengikuti seleksi masuk Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Bukannya tak mau, atau pun hendak menolak. Tapi aku tidak menginginkan masuk ke universitas kedinasan itu, yang nantinya mengarahkan aku sebagai wanita karir. Aku tak ingin menjadi wanita kantoran. Aku tak ingin dimasa mendatang justru sibuk diluar daripada dirumah. Aku seorang wanita yang kelak menjadi seorang ibu dan mempunyai anak. Rasanya, ya, aku tak ingin menjadi orang kantoran.

Memang, pikiranku ini terlalu jauh. Terlalu dewasa, naif. Tapi aku hanya ingin berusaha menjadi diriku sendiri. Rasanya sekarang sudah terlalu cukup. Aku berkuliah di Universitas Negeri Jakarta, yang lulusannya sangat dipertimbangkan dimana-mana. Negeri pula. Dan tepat, aku sudah berada ditempat yang aku inginkan. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, prodi Pendidikan Bahasa Indonesia. Aku ingin menjadi dosen, setidaknya guru. Sekaligus menjadi penulis.

Aku mendengar nyaring suara adzan yang berkumandang. Subhanallah.. begitu menenangkan.

Aku bangkit dari dudukku, menunaikan ibadah sholat shubuh. Dan disujud terakhir pada rakaat kedua, tangisku pecah. Aku menangis. Menangisi perasaanku yang kalut. Tapi kemudian, aku merasa jauh lebih lega.

Alhamdulillah..

-Cileungsi, 26 Agustus 2011-

"No one knows about the future," right?

Gue enggak tahu kenapa quote semacam itu bisa mendadak muncul di otak gue, dan setelah itu gue malah keingetan sama temen-temen yang ngeramein hidup gue selama dua tahun di jaman SMA, temen-temen IPS 2 (Sos dua). "Hei sobat, sedang apa kalian? Tau enggak, gue rindu banget loh sama suasana kelas kita yang dulu. Jadi, kapan kita bisa kumpul lagi?"

Udah hampir sebulan ini gue lebih banyak ngabisin waktu gue dirumah.. Yap. Semenjak Ujian Nasional berakhir, gue udah enggak punya alesan lagi buat ke sekolah. Gue juga mulai sibuk sama urusan daftar kuliah dan les-les penunjang SNMPTN. Semuanya itu gue lakuin dengan objek masa depan gue. Tapi... masa lalu enggak bisa hilang gitu aja. Walaupun sekarang ini gue tengah melangkah ke masa depan, tapi sebagian dari jiwa gue masih tertinggal di saat-saat gue masih bareng Sos dua. Ini bener, enggak bohong!

Gue kangen banget sama kompaknya Sos dua. Bahkan sampe "berantem bin kubu-kubunya" pun juga gue kangenin. Gue pengen ngulang lagi waktubisa bareng Sos dua. Ulangan, ngerjain tugas, olahraga, foto-foto, rapat-rapat-an, ngeceng-ngecengan, makan kripset berjama'ah di warung aa, tidur bareng-- waktu di bus mau ke Jogja, dan lain-lain deh pokoknya. Udah banyak banget hal-hal yang kita lakuin bareng-bareng. Yuk kita nongkrong di warung aa' lagi! Yuk kita ke Jogja lagi! Yuk kita kumpul dirumah Indra lagi!

Hiks!

Gue jadi inget. Tiap mau rapat gue suka bilang "Ayo, merapat biar hangat!". Gue juga masih inget waktu Endang manggil gue Emak, Dinda manggil gue Nenek, Arlan manggil gue 'temanduabelastahun'. Kapan kita kumpul lagi? Kalian kangen juga kan?

But, someone in my past says "we must always remember and be aware about our future. Keep fighting!"

Yap. Mulai saat ini, semua tentang Sos dua adalah salah satu motivasi terkuat buat gue untuk jadi orang yang lebih baik. Untuk SUKSES di masa depan!

Siang hari, 2 Januari 2011

Layaknya anak SMA lainnya yang udah mau lulus, sekolah gue pun juga punya acara study tour ke luar kota bagi siswa-siswi yang duduk di kelas tiga. Tahun ini, gak beda sama tahun lalu. Tujuannya ke kota pendidikan, Yogyakarta. Gue cukup antusias untuk ikut acara ini. Maklum, ini pertama kalinya gue bakal pergi ke luar kota tanpa ditemani orang tua gue, biasanya mah mana bisa. Selain itu, perjalanan gue ke Jogja ini gak sendirian, tapi bareng temen-temen seperjuangan gue selama dua tahun kebelakang : SODA a.k.a SOS Dua.

Gue ngerasa sedikit khawatir, mengingat belum lama ini gunung Merapi meletus. Gue takutnya ada dampak atau kejadian yang tidak diinginkan selagi gue dan temen-temen sedang berada di sana. Tapi alhamdulillah, semuanya berjalan lancar, buktinya gue masih bisa posting tentang this journey kan? Hahaa..

Tas biru jumbo + satu ransel jadi andalan gue untuk perjalanan kali ini, gak ada bedanya sama temen-temen lainnya. Mungkin cuma sedikit perbedaannya, kalau tas perempuan itu lebih besar dari pada tas laki-laki. Tapi perbedaan semacam apapun kayaknya enggak berpengaruh sama sekali terhadap perjalanan kali ini deh..

Kumpul jam dua di sekolah tercintaah, gue langsung bergabung sama warga SOS Dua yang lagi latihan untuk Gala Dinner di depan kelas Sepuluh Satu, gak jauh dari gerbang sekolah. Walaupun hati gue sempet memanas-empet-sepet-dongkol gara-gara ‘ketidaksabaran’ dan ‘pemaksaan’ yang gue terima dari salah satu temen, gue yang ramah ini tetep usahain give smile ke siapapun yang gue temuin hari ini. Gue gak mau yah feel gue ngedown cuma gara-gara orang lain. 

Kemudian tiba-tiba..

“Na, lo dipanggil Pak Lukman..”

Gue dipanggil? Sama Wali Kelas? Ada apaan nih, gue salah apa? Hussh, gue gak mau suudzon. Gak pake ba-bi-bu lagi gue pun langsung bergegas ke Kantor Guru.

“Bapak manggil saya?”

“Iya. Na, kamu bisa tolong bapak?”

“Apaan, Pak?”

“Ituuh, bapak lupa beli kado untuk tukar kado. Tolong beliin yah. Ini duitnya.”

Happaah! Gue gak sempet nolak, kalopun sempet gue gak enak nolaknya. Akhirnya gue pergi keluar area sekolah (gak sendirian, gue nyeret Euis buat nemenin gue) nyari tukang fotocopy-an yang buka. Tapi malang bukan main, dasar emang gak jodoh! Gak ada satu pun tukang fotocopy-an yang buka di sekitar sekolah. Dengan sisa tenaga yang ada, sambil was-was takut telat kemudian ketinggalan bus dan ditinggal ke Jogja, gue dan Euis pun nyebrang ke area kecamatan. Lima belas menit ‘ngesot’ tanpa henti, akhirnya kita nemuin surga.. eh, fotocopy-an. Berhasil sampai di fotocopy-an, gue pun mendoktrin Euis untuk bingung bareng gue. Bingung? Iya, Pak Lukman cocoknya ngado apaan yah.

“Yang ini aja, Na!”

Gue gak mau mikirin apa yang Euis tunjuk, sebuah notes dengan modal awal sepuluh ribu. Fine. Gue udah menyelesaikan misi ‘astaga’ ini. Gak pae nunggu lama, gue sama Euis langsung puter balik ke jalan yang tadi. Dengan langkah yang lebih cepat tentunya. Sesampainya di sekolah, Euis langsung gabung lagi sama temen-temen yang lain, dan gue tancap terus ke kantor guru. Oh iya, gue udah bilang makasih kan, Is? Tapi ternyata kesialan gue belum berhenti sampai di situ, kadonya kudu gue bungkusin dulu pake kertas koran. Ckck.. sial. Tapi, gak apa-apa deh. Saya ikhlas kok, Pak.

Setelah ritual bantu-bantu itu selesai, gue pun gabung lagi sama temen-temen gue. Tepat jam Tiga, kita semua dikumpulin di Lapangan Basket untuk sekedar briefing + berdoa. Setelah itu, kita langsung naik ke bus. Satu kelas = satu bus, kelas gue kebagian bus dua kalo gak salah. Gue duduk sama Dini, yang emang temen sebangku gue di kelas selama tiga semester ini. Sebanyak delapan bus berjalan secara konvoi, Cileungsi-Yogyakarta.

Duduk di bus selama dua belas jam (walaupun berhenti juga di beberapa tempat) ngebuat badan gue pegel-pegel. Nyeeh.. tapi gak apa-apa, asalkan bareng SODA semuanya tetep terasa indah kok.. #eaaa

Pagi hari, 3 Januari 2011

Setelah melewati rest area, Tol Karawang, Indramayu, Masjid Agung-Purworedjo, akhirnya rombongan sampai di Rumah Makan yang letaknya gak jauh dari Borobudur, di sana kita di kasih waktu untuk beberesih, ganti baju, dandan, kemudian sarapan. Amazing place pertama yang kita kunjungi yaitu Borobudur. It’s so wow, yeah! Borobudur, meeeen.. salah satu keajaiban dunia yang terkenal dengan sejarahnya dan struktur bangunannya yang cuma batu di tumpuk-tumpuk, tapi bisa bertahan sampai beratus-ratus tahun lamanya. Sayangnya, candi yang paling atas sama sekali gak bisa kita dekati karena sedang dilakukan pembersihan dari sisa-sisa abu pasca meletusnya gunung Merapi.. yah.

Setelah puas jalan-jalan plus mengabadikan moment narsis penting, sore hari perjalanan dilanjutkan menuju ke pusat kerajinan perak di Kota Gede. Gerimis menyambut anak-anak muda ini loh.. semoga aja itu pertanda baik yah. Di sana mata kita di suguhi barang-barang hasil kerajinan khas Kota Gede yang dibuat langsung di tempat yang sama. Dengan harga yang ajib, lantas ngebuat gue hilang selera dan langsung balik ke bus. Usut punya usut, ternyata tempat seharusnya rombongan kunjungi itu bukan di sini tempatnya. Pantes, harga selangit kok dijadiin sasaran liburan anak oenyoeh SMA? Ckck..

Borobudur udah. Kota Gede udah. Tujuan terakhir hari ini yaitu ke Hotel Garage di Malioboro. Alhamdulillah.. mungkin guru-guru beserta crew touringnya udah sadar kali ya kalo anak didiknya udah pada lecek bin kucel, sehingga agak malu-maluin kalo masih diajak jalan lagi. Hahaa.. Hotelnya nyaman banget. Ada TV flatnya, ber-AC, kamar mandinya juga bersih. Cuma sayang aja kita kurang beruntung, gak ada kulkasnya. Temen gue ada yang kebagian kulkas, udah gitu ada isinya lagihh.. sisa orang kali yak. Gue kebagian satu kamar sama Dini, Euis, Pita, anak gue Endang, DLL daaaah.

Hari menjelang maghrib, setelah puas istirahat dan beberesih, gue dan temen-temen satu kamar langsung tancap ke Malioboro yang jaraknya deket banget dari hotel, mirip dari sekolah gue ke unjung jalanlaah.. Tujuan kita bukan belanja, itu entar dulu. Dengan bermodalkan kupon makan, kita masuk ke McDonald’s di seberang Malioboro. Makan malem dululah, ganjel perut. Gara-gara kupon itu, sontak Mc’D dipenuhi rombongan dari sekolah gue. Hahaa.. berasa kayak lagi di kondangan deeh. -___-

Selepas makan malam, kita pun langsung menjelajah di Malioboro. Oh, ini yang namanya Malioboro.. keren! Walaupun cuma leseh di koridor ruko, tapi tempat ini tuh udah terkenal sampai ke mancanegara. Barang-barang yang dijual pun beraneka ragam, dari pakaian, tas, sampai berbagai jenis souvenir untuk oleh-oleh pun ada disini, tinggal gimana kita nawarnya. Katanya sih, kalau yang belinya orang jawa bakalan lebih murah daripada turis domestik maupun asing. So, kalo mau belanja di sini lagi jangan lupa bawa temen orang Jogja asli yo.. :D

Hari kedua di Jogja, 4 Januari 2011.

Setelah sarapan di restaurant hotel, rombongan langsung berangkat menuju Universitas Gajah Mada. Di sesi ini, rombongan dibagi jadi perkelas, kemudian diarahkan untuk masuk ke wilayah fakultas yang berbeda-beda. Gue gak begitu merhatiin gue masuk ke fakultas mana dan gue juga lupa gue ngapain aja di sana. Kayaknya gue amnesia nih. Ckck..

Setelah puas menjelajah UGM, perjalanan sambung lagi menuju Institut Seni Indonesia. Di perjalanan rombongan diberi “Gudeg Yu Djum” sebagai pengganjal perut. Percaya deh, gudeg khas Jogja itu emang gak ada tandingannya, bener-bener candu!!

Di ISI banyak yang bisa kita nikmati, yang intinya semua itu adalah karya tangan dari mahasiswa ISI itu sendiri. Kalau kita pasang pendengaran kita dengan jeli, akan terdengar juga alunan musik dari ruang kelas musik. Gue sempet berkeinginan untuk kuliah di situ, tapi gak jadi deh, karena semua ilmu yang kita dapat tentunya dapat kita pelajari secara otodidak dan dari segi prospek kerja yang tidak menjamin. Gue lebih suka yang pasti-pasti aja. Seperti di Universitas Negeri Jakarta misalnya, sebagian besar mahasiswanya diarahkan untuk menjadi guru. Mudah-mudahan gue masuk UNJ. Amiiiiin...

Sepulang dari ISI, rombongan langsung menuju ke hotel. Kita pun langsung sibuk bersiap-siap untuk menghadapi jadwal acara selanjutnya, yaitu Gala Dinner. Malam menjelang. Setibanya di restaurant tempat Gala Dinner diadakan, masing-masing orang dibagikan nomor kupon undian. Undiannya itu sejenis tukar kado. Itu looh kado yang dibungkus koran kayak punya Pak Lukman, -__-. Setelah jamuan makan malam, masing-masing kelas diminta untuk unjuk kebolehan. SODA maju sebagai giliran pertama. Kelas gue ini gak neko-neko, gak macem-macem. Dengan diiringi gebukan tamborin dan petikan gitar Rangga plus Faris, kita bernyanyi-nyanyi seru. Dimulai dengan lagu Ingatlah Hari Ini... diakhiri Arti Sahabat.

“...Tapiku tak peduli, kau selalu di hati. Kamu sangat berarti, istimewa di hati, selamanya rasa ini. Jika tua nanti kita telah hidup masing-masing, ingatlah hari ini...”

“...Engkau masih berdiri, kita masih di sini. Tunjukan pada dunia arti sahabat. Engkau teman sehati, kita teman sejati. Hadapilah dunia genggam tanganku...”

Kali ini, gue nemuin sisi lain dari SOS Dua. Lo tau? Gue terharu. Ternyata kita bisa kompak juga ya, kenapa gak dari awal? Kenapa pake kubu-kubuan segala-kemudian berantem-terus diem-dieman? Kenapa gak dari dulu kita jadi satu? Kenapa baru sekarang..

Gue ngerasa enjoy dengan apa yang kelas SOS Dua tampilkan, gue juga yakin Pak Lukman merhatiin kita dan dia gak percaya dengan apa yang dia lihat. “Ini kami, Pak. Anak-anakmu..”

Sial, gue mewek.

Oke, back to the topic.

Setelah malam indah itu, rombongan balik lagi ke Hotel untuk istirahat. Tapi gue gak langsung tidur gitu aja, gue mau packing dulu soalnya besok pagi kita udah harus check out dari kamar hotel. So, gue gak mau ribet besok.

Check out time, jangan lupa juga ngecheck isi kamar juga, jangan sampai ada yang ketinggalan. Setelah barang-barang dimasukin ke bus, kita sarapan di restaurant hotel, penutupan ceritanya.

Good bye, Malioboro.. see you later!

Perjalanan belum selesai sampai di situ... after checkout from the hotel, rombongan menuju Keraton Yogyakarta. Suasana Keraton benar-benar teduh. Pohon-pohon besar yang kelihatannya cukup tua banyak berdiri di area Keraton. Abdi Dalem yang berseliweran juga ngebuat gue seakan-akan balik lagi ke masa-masa Kerajaan. Hmm.. ini tuh bikin gue berpikir kalau gue harus balik lagi ke sini.

Puas menjelajah sejarah pemerintahan Yogyakarta, rombongan langsung menuju ke tujuan terakhir, yaitu Pantai Glagah. Tempatnya agak jauh dari pusat kota, Pantai Glagah emang kalah tenar dibanding Parangtritis, tapi suasananya lebih juara di Glagah sepertinya. Kita bisa lebih leluasa, dan sepertinya sore itu hanya rombongan kamilah yang mengunjungi tempat itu. Hahaa.. Basah. Lembab. Senang. Capek. Semuanya campur baur jadi satu. The best day ever, right?

Perjalanan usai sampai di sini. Setelah mengganti pakaian kering, rombongan melanjutkan perjalanan menuju ke sebuah restaurant yang tidak lagi berada di Yogyakarta. Malam itu semuanya mengadakan pesta perpisahan, kupon nomor sembilan puluh empat pun berubah menjadi sebuah kaos biru. Malam pun berakhir, saatnya pulang. Waktu bermain-main sudah habis, sudah tiba saatnya menyiapkan diri untuk menghadapi ujian nasional di bulan April nanti..

Cukup rasanya perjalanan itu dijadikan kenangan yang indah. Benar kata orang-orang, masa SMA adalah masa yang paling indah.. dan gue merasakannya.