Sinar matahari belum menampakkan cahayanya pagi itu. Adzan shubuh pun belum berkumandang. Disaat yang sama, aku terpekur diatas sajadah. Terpikirkan satu dialog singkat, antara aku dan ayahku saat sahur tadi.
Pukul 02.30, seperti biasa dengan setia alarmku berbunyi, melantunkan Insomniac-Craig David begitu lantang. Dengan mata yang masih terpejam, tanganku meraba-raba disekitar bantal, mencari letak telepon genggam yang alarmnya telah sukses membangunkanku setiap dini hari di bulan ramadhan ini. Off. Aku mengangkat kepalaku menjauhi bantal, dan kemudian duduk bersandar pada jendela yang tertutup rapat. Ah.. aku masih sangat mengantuk.
Menjelang pukul 03.30, aku meninggalkan kamarku. Melangkah gontai menuruni tujuh anak tangga yang menghubungkan lantai atas dan lantai dasar rumahku. Saat itu, rasa kantuk belum juga pergi, masih membebani mataku. Sesampainya dibawah, aku langsung masuk kedapur, menjalani rutinitasku sebelum sahur. Menyiapkan santap sahur bersama ibuku. Setelah semua siap, barulah aku berlalu menuju kamar mandi.
Setelah ritual 'cuci-mencuci' itu selesai, aku langsung bergabung bersama keluargaku. Menyantap makanan alakadarnya. Dan, selesai.
Aku tertawa ringan menyaksikan hiburan disalah satu channel televisi swasta yang memang menyuguhkan kelucuan, begitu juga ibu dan adik laki-lakiku. Ayahku asik menghisap rokoknya, dan tak lama ia pun ikut bergabung, bukan untuk melakukan hal yang sama, justru hendak berbincang denganku. Perbincangan yang jujur saja aku tak suka.
Katanya, ada baiknya (atau malah justru harus) ditahun depan aku mengikuti seleksi masuk Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Bukannya tak mau, atau pun hendak menolak. Tapi aku tidak menginginkan masuk ke universitas kedinasan itu, yang nantinya mengarahkan aku sebagai wanita karir. Aku tak ingin menjadi wanita kantoran. Aku tak ingin dimasa mendatang justru sibuk diluar daripada dirumah. Aku seorang wanita yang kelak menjadi seorang ibu dan mempunyai anak. Rasanya, ya, aku tak ingin menjadi orang kantoran.
Memang, pikiranku ini terlalu jauh. Terlalu dewasa, naif. Tapi aku hanya ingin berusaha menjadi diriku sendiri. Rasanya sekarang sudah terlalu cukup. Aku berkuliah di Universitas Negeri Jakarta, yang lulusannya sangat dipertimbangkan dimana-mana. Negeri pula. Dan tepat, aku sudah berada ditempat yang aku inginkan. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, prodi Pendidikan Bahasa Indonesia. Aku ingin menjadi dosen, setidaknya guru. Sekaligus menjadi penulis.
Aku mendengar nyaring suara adzan yang berkumandang. Subhanallah.. begitu menenangkan.
Aku bangkit dari dudukku, menunaikan ibadah sholat shubuh. Dan disujud terakhir pada rakaat kedua, tangisku pecah. Aku menangis. Menangisi perasaanku yang kalut. Tapi kemudian, aku merasa jauh lebih lega.
Alhamdulillah..
-Cileungsi, 26 Agustus 2011-