UNTUK MENYAKSIKAN OPERA BATAK
Berjudul “ Mencari SI JONAHA” Oleh PLOT
Dalam rangka memperkenalkan kesenian budaya batak yang saat ini tergerus oleh jaman dan tur keliling tujuh kota, Pusat Latihan Opera Batak (PLOT) menggelar pertunjukkannya yang bertajuk Mencari Si Jonaha di Auditorium Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB-UI), Depok, Senin (2/4) dalam cerita yang berlatar belakang kebudayaan batak dari sub etnik, Karo, Toba, Simalungun, Pak-Pak, dan Samosir.
Di hari yang sama, kelas mata kuliah Filologi yang diampu oleh Ibu Siti Gomo Attas, S.S. dan Ibu Venus Khasanah, S.S. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Jakarta diberi informasi bahwa ada sebuah pementasan Opera Batak di Universitas Indonesia. Kami yang tergabung di dalam kelas satu A sampai satu E diwajibkan unutk menyaksikan pertunjukan tersebut, walaupun di hari itu tidak ada mata kuliah tersebut.
Tepat pukul 12.30 siang, kami tiba di tempat pelaksanaan sedangkan acara baru akan dimulai pada pukul 13.30. Sebagian dari kami menyempatkan diri untuk makan siang dan melaksanakan shalat Dzuhur. Pukul 13.30 kami memasuki ruang auditorium sudah dipenuhi oleh mahasiswa dan. Hampir setiap bangku sudah terisi, sehingga yang terlambat hadir terpaksa berdiri atau duduk di pelataran tangga auditorium. Di saat yang bersamaan, diadakan pemutaran dokumenter Opera Batak yang bertema “Sejarah Opera Batak” mengenai keberadaan seni pertunjukan khas Sumatera Utara ini yang semakin lama tergerus waktu oleh Andi Hutagalung yang menjuarai kedua Festival Film Dokumenter Bali 2011. Berikut kilasannya.
Kisah yang panjang kala bercerita tentang PLOt (Pusat Latihan Opera Batak). Ini bukan kisah komunitas yang dibentuk setahun, dua tahun, bahkan belasan tahun. Cerita ini dimulai sejak 1920-an. Mati suri di tahun 1980-an dan bangkit kembali di tahun 2005.
Tilhang Gultom merintis Opera Batak. Almarhum mementaskannya keliling dengan peralatan yang sederhana. Kemudian ada Zulkaidah Harahap yang menjayakannya kembali. Namun segera tergerus kemodernan lalu mati di tahun 1980-an. Lalu setelah beberapa puluh tahun, lahir kembali dengan nama PLOt (Pusat Latihan Opera Batak) yang dipelopori oleh Thompson Hs bersama Sitor Situmorang (Belanda), dan Lena Simanjuntak (Jerman).
Sejak 2005 PLOt memfasilitasi anak-anak muda yang berminat memelajari Opera Batak. Alister Nainggolan bergelar Ompu Datu Panggual Tuan Banner Namangunghal Opera Batak dan Zulkaidah Harahap bergelar Nai Angkola Soripada Tuan Boru Siparungutungut Namangunghal Opera Batak sering turut tampil bersama tim PLOt yang didominasi generasi muda termasuk hasil Pelatihan Opera Batak tahun 2008 lalu.
Sementara itu Sutradara dari Opera Batak, Thomson Hs dalam tayangan mengatakan bahwa tidak adanya lembaga baik swasta maupun pemerintah yang membantu menghidupi group-group opera yang ada sekarang ini.
“Tidak adanya lembaga, baik swasta maupun pemerintahan yang dapat membantu membiayai grou-group pera Batak, karena setiap pementasan uang yang dihasilkan juga tak seberapa sehingga banyak yang malas main untuk opera Batak,” ujarnya.
Dilain bagian tayangan, anak dari Zulkaidah Harahap pun ikut menyimpulkan, “Walaupun tinggi sekolah tapi kita harus tetap ingat budaya..” Ujar Rosmalina yang terlihat begitu semangat.
Pemutaran Dokumenter pun berakhir. Dengan dipimpin oleh seorang pewara yang juga dosen kami, Ibu Siti Gomo Attas, S.S. acara puncak pun dimulai, yaitu pementasan Opera Batak yang bertajuk Mencari Si Jonaha. Berikut kisahnya.
Gondang uning-uningan bertalu-talu menjadi satu dengan seruling, taganing, dan hasapi (kecapi) di atas panggung yang dihiasi dengan kerangka rumah adat Batak terbuat dari bambu dan kain-kain khas Batak yang menutupi meja panjang serta mimbar. Tak lama kemudian, seorang perempuan setengah baya muncul dari sisi kanan panggung sambil memasang wajah murung. Perempuan tersebut sedih karena anaknya, si Jonaha, tak kunjung pulang. Dikarenakan rindu yang sudah memberat, melihat anak-anak di halaman rumahnya yang sedang berlari-larian pun membuat ia meratapi anaknya itu.
"Andai anakku di sini, mungkin dia turut bergembira. Jonaha, ibu telah merindukanmu berhari-hari, berbulan-bulan. Tapi kau tak kunjung datang," gumam perempuan tua itu dengan suara tersedu-sedu, sambil bernyanyi dan menyulam keranjang dari bambu. Tak beberapa lama kemudian, dua orang pemuda gondrong bernama Jasoman dan Bobah muncul. Jasoman adalah anak muda yang normal, sedang Bobah anak muda yang agak sedikit tuli dan butuh waktu lama dalam memproses percakapan untuk bisa dimengerti. Jasoman dan Bobah, dengan pakaian selengean menghampiri perempuan setengah baya tersebut. "Inang, apa yang sedang kau tangisi? Kalau si Jonaha, dia sudah mati," tandas kedua anak muda tersebut. Mendengar kabar itu, perempuan setengah baya itu pun kaget dan bersegera menyangkal bahwa anaknya belum mati dan masih hidup. Ini persoalan naluri seorang ibu.
"Nah, kalau begitu, bagaimana ciri-ciri si Jonaha itu, Inang?" tanya kedua pemuda itu. "Ciri-cirinya, badannya tegap, tinggi, rambutnya kriting, mukanya ganteng." Mendengar penjelasan dari inang, kedua anak muda tersebut pun langsung teringat dengan seorang pemuda yang memiliki ciri serupa. Kepada si inang, kedua pemuda itu bercerita pernah melihat pemuda yang mirip Jonaha. Menurut mereka, Jonaha marah ketika ditagih ongkos oleh kondektur. "Apa kau bilang? Minta ongkos? Kau yang suruh aku naik, tapi sekarang kau pula yang minta ongkos ke aku," hardik Jonaha seperti ditirukan kedua pemuda itu.
Mendengar perkataan tersebut, sang inang pun kembali menyangkal. "Tidak, tidak, si Jonaha tidak seperti itu. Ia anak yang baik. Itu bukan anakku." tegasnya kesal. Kedua pemuda itu pun ngeloyor pergi sembari berjanji mencarikan Jonaha.
Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan seorang kakek yang berjalan menunduk. Terbatuk-batuk sedang membawa dan membenarkan kursi kayunya. Mereka pun menghampiri kakek tersebut dan bertanya tentang si Jonaha. Dibutuhkan suara yang ekstra karena kakek tersebut agak sedikit tuli. Dengan tenang, sang kakek pun menceritakan sepak terjang si Jonaha, yang katanya suka pinjam uang, tukang tipu, dan tidak pernah membayar utang-utangnya.
Setelah bertemu dengan kakek tua, Jasoman dan Bobah pun melanjutkan pencariannya menuju Pangururan (Samosir), Simalungun, Karo, dan Pakpak. Dalam pencarian, Jasoman dan Bobah pun sering melancarkan akal bulus mereka dengan cara menipu. Seperti halnya yang dilakukan oleh si Jonaha yang banyak menipu orang, sehingga banyak orang menyebutnya, "Oo.. si Jonaha si tukang tipu itu.."
Pencarian demi pencarian pun terus dilakukan, sampai pada waktu tak hingga. Pertunjukan hari itu pun di akhiri dengan tarian yang dimainkan oleh lima pemuda dan pemudi dengan lima jenis pakaian adat yang berasal dari Sumatera utara sendiri, mereka membawa nampan dan box yang nantinya akan dijadikan tempat uang sumbangan atau “Saweran”.
Cerita Jonaha merupakan cerita rakyat yang hidup di masyarakat Karo, Pakpak, Simalungun, dan Toba. Dalam pertunjukan opera yang berdurasi lebih-kurang tujuh puluh menit tersebut, selain menghadirkan drama komedi, juga menghadirkan beberapa bentuk tarian dan alat musik serta pertunjukan musik Batak. Beberapa di antaranya adalah Tor-tor Cawan, Tor-tor Nangkene Larusae, atau Tor-tor Lima Puak. Adapun alat musik yang digunakan adalah gondang uning-uningan yang biasa digunakan dalam acara syukuran (gembira), taganing, kecapi, seruling, hesek, sarune etek (sarune kecil).
Sebelum acara ditutup, penonton diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan tentang Opera Batak yang akan dijawab oleh pemain serta sutradara “Mencari SI JONAHA”
- Kenapa dan apa motivasi teman-teman PLOt dalam meneruskan Opera Batak? (Bapak Sutamat)
- Maaf, saya tidak banyak tahu tentang ceritanya. Teman-teman menemukan satu artefak yang kemudian ditampilkan di depan kita. Lantas, kedepannya harus apa? Tidak hanya ditampilkan, selanjutnya apa? Mau dibawa kemana Opera Batak ini? (Alvin Siagian, Sutradara dan Pelatih Teater UI)
- Apa amanat yang disampaikan oleh Opera Batak, terkhusus cerita Mencari Si Jonaha ini? Lalu, bagaimana mempertahankannya? (Ammar Ar-risalah, Mahasiswa JBSI UNJ, kelas 1B)
Sutradara dan Penulis Naskah : Thompson Hs
Pemain : Zulkaidah Harahap, Alister Nainggolan,Ojax Manalu, Tumpak
Hutabarat, Adi Damanik, , Jhon Fawer Siahaan, Triwani Purba,
Rosmelina Sinaga, Tengku Haris Fadillah, Widya Sitorus, Wika
Siregar, Ruth Sirait, Manguji Nababan, dll.