Keluarga saya adalah keluarga bahagia yang hidup dengan segala kekurangan dan kelebihan yang istimewa. Semua orang yang mengenal saya dengan baik, pasti tahu kalau sifat yang saya miliki banyak yang saya adopsi dari papa saya. Papa saya memiliki sifat yang keras dan tegas, tapi di balik itu semua tersimpan kasih sayang dan perhatian yang besar kepada siapa pun orang yang berada di sekitarnya.
Papa adalah Soekarno bagi saya, pemimpin yang baik untuk saya, keluarga saya, dan orang-orang yang dipimpinnya saat sedang bekerja. Pemimpin yang seringkali memperhatikan bawahannya, pemimpin yang seringkali mendahulukan kepentingan orang lain dibandingkan kepentingan dirinya sendiri.
Kalau suatu saat nanti saya berhasil, itu sudah pasti karena papa. Papalah orang yang pertama kali ingin saya bahagiakan, ia harus bangga kepada saya. Sejak saya kecil, saya sudah ditempa dengan sikap papa yang keras dan tegas. Papa kerap marah ketika saya salah. Tapi sekarang, saya sudah duduk di bangku kuliah, dan ketika saya salah, papa tak lagi marah. Justru meluncur banyak nasehat dari mulutnya. Saya senang mendengar semua wejangannya. Senang sekali. Karena dengan begitu, saya merasa dekat sekali dengan papa, saya merasa papa sangat perhatian kepada saya, saya merasa papa ingin saya jadi lebih berhasil dibanding dia.
Papa hanya seorang pegawai BUMN, bukan presiden. Walau begitu, kehidupan kami berjalan lancar dan berkecukupan. Dengan kekayaan hati papa yang berlimpah, saya dan kedua adik saya tumbuh menjadi manusia yang dilengkapi hati dan pikiran yang cerdas. Cerdas akal, cerdas batin. Kami tumbuh menjadi orang-orang yang sabar, orang-orang yang peka terhadap lingkungan.
Papa hidup bahagia dengan mama saya. Mama saya wanita sempurna yang diciptakan dengan kesabaran yang berlimpah dan berasal dari keluarga yang islami. Papa dan mama adalah pasangan harmonis yang kelak menjadi contoh bagi saya ketika saya membangun keluarga kecil saya di beberapa tahun ke depan. Saya akan menjadi ibu yang seperti mama, dan saya ingin mempunyai suami seperti papa.
Sayangnya, kehidupan kami yang sempurna ini 'ternodai' oleh pihak luar. Seperti dikebanyakan perumahan, selisih dengan tetangga menjadi hal yang biasa. Entah karena iri atau sakit hati. Tapi, yang keluarga saya rasakan adalah sebuah ketidaknyamanan dalam bertetangga.
Langsung saja, tanpa saya sembunyikan lagi, tanpa saya sensor sedikit pun...
Sangat dekat dari rumah saya yang memiliki dua nomor, terdapat dua rumah yang dihuni oleh dua keluarga yang memiliki hubungan darah, adik kakak. Sang kakak hidup menjanda karena bercerai dari suaminya, memiliki tiga anak, yang dua di antaranya dititipkan karena tidak punya biaya untuk menyekolahkannya.
Anak sulungnya seumuran dengan saya. Sewaktu kecil kami teman sepermainan. Sekarang tidak lagi. Dulu, setiap perilaku keluarga saya banyak ditiru. Papa senang sekali pergi ke kantor dengan mengandalkan bus Mayasari dan pulang malam dengan ojek. Papa juga senang memakai jaket polo hitam dan tas laptop yang besar. Jaket polo, tas laptop, naik ojek pun juga turut ditiru oleh (mantan) suami si janda. Dengan bangga si ibu-ibu (sang kakak) itu pun berteriak "Sama kan!" Gila. Plagiat tapi bangga.
Saat pertama kali datang menempati rumah di depan rumah kami, mereka sudah berlaku tidak baik. Sewaktu rumah kami sedang direnovasi, sang kakak menumpang ke rumah kami untuk meminta air karena saluran air di rumahnya belum mengalir, "Rumah belom jadi, jorok, kotor udah ditempatin, Najis!" begitu katanya. Bukannya berterima kasih. Yah, sudahlah.
Saya juga ingat saat saya masih duduk di kelas satu SMP. Waktu itu saya memakai behel untuk memperbaiki posisi gigi saya. Dengan bodohnya, anak kedua dari sang kakak ini berteriak "Gigi dipagerin!" lalu kabur masuk ke dalam rumah. Haha, saya menganggapnya itu candaan. Tapi bagi mereka itu hinaan. Anak-anaknya sudah diajari bagaimana menghina orang lain. Sama kejadiannya dengan anaknya yang paling kecil. Mulutnya "tidak suci lagi".
Lain lagi dengan sang adik yang bersuamikan babu kapal/ pembantu kapal/ tukan bersih kapal.. (whatever-lah) di kapal pesiar. Mulut ember nan sombong jadi senjata andalan dia. Punya anak tiga, dan tiga-tiganya diajarkan untuk menghina keluarga saya.
Saya ingat betul ketika mereka memiliki anak pertama. Dengan sopan santun mereka datang ke rumah meminjam komputer dan printer untuk mencetak nama anak mereka.. Hmm. sekarang?
Saya juga ingat saat saya hendak memasuki bangku SMA. Sang kakak mengumbar ke semua tetangga bahwa saya tidak akan mungkin masuk ke SMA Negeri 1 Cileungsi karena saya berasal dari SMP Muhammadiyah Cileungsi, sekolah swasta. Alasan lainnya, karena anaknya jauh lebih pintar daripada saya. Tapi kenyataannya, saya lolos masuk ke SMA Negeri 1 Cileungsi dan anaknya masuk ke SMA Muhammadiyah Cileungsi. Mulutmu harimaumu, begitu kata pepatah. Bahkan ketika saya sudah mulai bersekolah pun, mereka menghina bahwa saya masuk dengan "bayaran". Dengan tenang, papa menjadikan itu candaan dengan berkata, "Loh, kalau enggak bayar (SPP) ya enggak bisa sekolah dong.." :)
Sewaktu saya lulus SMA pun, masih ada lagi. Hal ini terjadi saat saya SNMPTN.
Tetangga sebelah rumah : "Ica tes di mana, bu?"
Mama : "Di Rawamangun, bu."
Tetangga sebelah rumah : "Oh, kalau Dian di UNJ." *bangga*
Okeh, tetangga sebelah rumah saya ini adalah komplotan mereka, dan 'dangkal', memang. Dian adalah anak sang janda yang seumuran dengan saya. Sebulan kemudian, saya berkuliah di UNJ, dan Dian berkuliah di Cirebon. Dua kali hal seperti ini terjadi, hal baik akan mendapatkan yang baik, hal jahat... ya begitulah.
Bahkan ada suatu ketika papa saya dilaporkan ke polisi karena tindakan penghinaan. Padahal kalau ditelusuri, selama ini siapa yang menghina? Belakangan ini juga terjadi banyak hal yang membuat kepala saya mendidih. Tapi, saya belajar bersabar dari papa dan mama. Saya tidak cuek, saya bersabar.
Banyak lagi kejadian yang terjadi, dan semuanya adalah hal bodoh. Ya, mereka bodoh.
Sampai sekarang pun, mereka tidak pernah berhenti menebar fitnah, melakukan kedzoliman, dan menghina keluarga saya. Tapi, perlu saya tegaskan...
"KELUARGA SAYA ADALAH KELUARGA HARMONIS YANG HIDUP TANPA BERGANTUNG KEPADA ORANG LAIN. KELUARGA SAYA HIDUP BERDASARKAN AL-QUR'AN DAN ASH-SUNNAH. KELUARGA SAYA HIDUP KARENA ALLAH SWT. KELUARGA SAYA SAMA SEKALI TIDAK MEMILIKI NIAT UNTUK SIRIK ATAU IRI KEPADA SIAPA PUN. KELUARGA SAYA LURUS."
Kurang jelas? Mari kita bicara baik-baik!